PEMBINAAN GENERASI MUDA(Tafsir Surat An-Nisa Ayat 9 Dan 95, At-Tahrim Ayat 6 Dan Al-Taghabun Ayat 14-15)
Generasi muda adalah istilah yang mengacu kepada tahapan masa
kehidupan seseorang yang berada di antara usia remaja dan tua. Ia sudah
meninggalkan masa remajanya, namun belum meamasuki masa tua. Generasi muda
adalah mereka yang sudah berusia di atas 20 tahun, dan di bawah 40 tahun.
Dalam posisinya yang demikian itu, generasi muda sering tampil
dalam ciri-ciri fisik dan psikhis yang khas. Secara fisik, ia telah tampil
dengan format tubuh, panca indera yang sempurna pertumbuhan-nya. Tinggi badan,
raut muka, tangan, kaki dan sebagainya terlihat segar, laksana bunga yang baru
tumbuh. Sedangkan secara psikis ia tampil dengan jiwa dan semangat yang
menggebu-gebu, penuh edialisme, segalanya ingin cepat terwujud dan seterusnya.
Begitu besarnya
peranan yang dimiliki genersi muda, presiden RI pertama, (alm.) Ir.H.Soekarno
pernah mengatakan, “berikanlah sepuluh orang pemuda, maka dunia ini akan dapat
digoncangkan”. Hal ini sejalan dengan informasi sejarah yang sampai kepada
kita, bahwa terjadinya berbagai peristiwa penting dan strategis dalam
menentukan perjalanan sejarah suatu bangsa, seperti sumpah pemuda, berdirinya
budi utomo, berbagai partai, kemerdekaan, perjuangan fisik dan sebagainya
banyak di tentukan oleh generasi muda. Demikian pula mereka yang saat ini
mejadi pemimpin nasional, pada masa dahulunya mereka itu adalah generasi muda.
Sejalan dengan
fakta sejarah tersebut, ajaran islam amat menaruh perhatian terhadap pembinaan
generasi muda. Nabi Muhammad saw misalnya mengingat sadanya sebagai berikut
yang artinya: “aku wasiatkan kepadamu terhadap pemuda-pemuda supaya bersikap
baik terhadap mereka. Sesungguhnya hati dan jiwa mereka sangat halus. Maka
sesungguhnya tuhan mengutus aku membawa berita gembira, dan membawa peringatan.
Angkatan mudalah yang menyambut dan menyokong aku, sedangkan angkatan tua
menentang dan memusuhi aku. Lalu nabi membaca ayat tuhan yang berbunyi : “Maka
sudah terlalu lama waktu (hidup) yang mereka lewati, sehingga hati mereka
menjadi beku dan kasar.”
Sejarah mencatat,
bahwa nabi Ibrahim pada saat tampil melawan segala patung berhala adalah pada
waktu yang berusia muda. Demikian pula orang-orang yang menyelamatkan imannya
dengan masuk kedalam gua, sampai tertidur selama 300 tahun adalah para pemuda
yang dalam sejarah disebut ashabul kafi.
Dengan melihat fakta sejarah
tersebut di atas, maka pembinaan terhadap generasi muda menjadi amat penting.
Untuk itu dalam kajian tafsir ini kita akan bahas mengenai ayat-ayat al-qur’an
yang ada hubungannya dengan konsep pembinaan generasi muda, yaitu al-qur’an
surat An-Nisa (4) ayat 9 dan 95, urat al-tahrim (66) ayat 6 dan suat
al-taghobun, (65) ayat 14-15 sebagai berikut :
SURAT AN-NISA (4) 9
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
” Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”.
Pada ayat-ayat tersebut disebutkan tentang keharusan
memelihara harta anak-anak yatim dan menyatakan bahwa pewarisan harta tersebut
juga berlaku bagi anak laki-laki dan perempuan. Hal yang demikian berbeda
dengan apa yang terjadi di zaman jahiliyah di mana kaum wanita dan anak kecil
tidak diberikan warisan harta. Ayat tersebut selain menyatakan bahwa kaum
perempuan dan anak-anak diberikan harta warisan, juga diperintahkan agar
mengucapkan perkataan yang baik terhadap anak-anak yatim sebagai calon generasi
muda dan pemimpin di masa yang akan datang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka terlihat bahwa ajaran
islam memegang teguh prinsip keadilan. Prinsip ini juga ditegakkan dalam
anak-anak yatim. Yaitu jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai calon
generasi muda berada dalam keadaan lemah baik dari segi fisik maupun mental.
Pesan tersebut disampaikan terutama kepada orang-orang yang diberikan wasiat
dan menjadi wali anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka harus berupaya
memelihara anak-anak yatim dengan baik, menjaga
harta warisan anak yatim yang dititipkan orang tuanya kepadanya. Orang yang
diberikan wasiat tersebut jangan sampai menjual, memakan, menggelapkan dan
sebagainya harta anak yatim tersebut, sehingga pada saat anak yatim tersebut
sudah dewasa tidak berada dalam kesusahan, orang yang diberi wasiat itu harus pula
membina akhlak anak yatim tersebut dengan memberikan keteladanan perbuatan dan
perkataan yang baik serta membiasakan berakhlak mulia.
SURATAN-NISA 95
وَأَنْفُسِهِمْ بِأَمْوَالِهِمْ اللَّهِ سَبِيلِ فِي وَالْمُجَاهِدُونَ الضَّرَرِ أُولِي غَيْرُ الْمُؤْمِنِينَ مِنَ الْقَاعِدُونَ يَسْتَوِي لا
الْحُسْنَى للَّهُاوَعَدَوَكُل دَرَجَةً الْقَاعِدِينَ عَلَى وَأَنْفُسِهِمْ بِأَمْوَالِهِمْ الْمُجَاهِدِينَ للَّهُ
افَضَّلَ
عَظِيمًا أَجْرًا الْقَاعِدِينَ عَلَى
الْمُجَاهِدِينَ اللَّهُ وَفَضَّل
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
Orang-orang mukmi n yang berjuang untuk membela agama Allah dengan penuh keimanan dan
keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat
demikian. Akan tetapi ayat ini mengemukakan hal tersebut adalah untuk
menekankan bahwa perbedaan derajat antara kedua golongan itu adalah sedemikian
besarnya. Sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amat tinggi.
Apabila orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka
dalam hal ini, maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai
derajat yang tinggi itu, dengan turut serta berjihad sama-sama kaum mukminin
lainnya. Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan
itu. Dengan demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud
yang dikandung dalam firman Allah pada ayat lain yang menerangkan perbedaan
derajat antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang
yang tidak berilmu.
Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang-orang yang
berilmu pengetahuan itu jauh lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang
tidak berilmu. Apabila orang-orang yang tidak berilmu diberitakan tentang
kekurangan derajatnya itu, semoga tergeraklah hati mereka untuk mencari ilmu
pengetahuan dengan giat, sehingga dapat meningkatkan derajat mereka kepada
derajat yang tinggi.
Ayat ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di
antara kaum muslim ini ada orang-orang tetap tinggal di rumah, dan tidak
bersedia berangkat ke medan perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan
mereka bahwa dengan sikap yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang
rendah , dibanding dengan derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman
dan kesadaran.
Sementara itu
ada pula diantara kaum muslimin yang sangat ingin untuk ikut berjihad, akan
tetapi niat dan keinginan mereka itu tidak dapat mereka laksanakan karena
mereka beruzur, misalnya: karena buta, pincang, sakit dan sebagainya, dan
merekapun tidak pula mempunyai benda untuk disumbangkan. Orang-orang semacam itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang
enggan berjihad , melainkan disamakan dengan orang-orang yang berjihad
dengan harta benda dan jiwa raga mereka. Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa
mereka yang bener-bener berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu
memperoleh martabat yang lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak
berjihad karena uzur. Namun golongan itu akan mendapat pahala dari Allah,
karena iman dan niat mereka yang ikhlas.
Pada akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan
pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang
tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad “dengan harta benda” ialah:
menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk
keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan
berupa makanan, atau kendaraan., senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan
“jiwa raga” berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga
baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari
orang lain, karena ia tidak mempunyainya.
Surat At-Tahrim 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُون
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
Dalam ayat ini firman Allah ditunjukan kepada
orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan
supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari
manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan
kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk
menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara
menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar,
sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu mengerjakannya”. (Q.S Taha:132).
Dan dijelaskan pula
dengan firman-Nya:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”. (Q.S Asy Syu’ara’:214).
Diriwayatkan bahwa
ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: ”Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga
diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab:
“Larangan mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan
perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu
melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu
dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang memimpinnya
berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di
dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
SURAT AT-TAGHOBUN 14
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ
عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا
فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ. .
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu
dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (14).
.عَظِيمٌ أَجْرٌ عِندَهُ لَّهُ وَافِتْنَةٌ وَأَوْلَادُكُمْ أَمْوَالُكُمْ إِنَّمَا
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (15).
Poin penghubung yang paling penting dari kedua ayat ini adalah memerintahkan supaya manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya.Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suatu kaum dari ahli Mekkah yang masuk islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyei anak isteri yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya dengan berkata: “kepada siapa engkau akan titipkan kami ini”. Ia merasa kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara isteri-isteri dan anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:
.عَظِيمٌ أَجْرٌ عِندَهُ لَّهُ وَافِتْنَةٌ وَأَوْلَادُكُمْ أَمْوَالُكُمْ إِنَّمَا
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (15).
Poin penghubung yang paling penting dari kedua ayat ini adalah memerintahkan supaya manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya.Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suatu kaum dari ahli Mekkah yang masuk islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyei anak isteri yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya dengan berkata: “kepada siapa engkau akan titipkan kami ini”. Ia merasa kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara isteri-isteri dan anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:
“Akan datang suatu zaman kepada umatku, seorang lelaki ancur gara-gara
istri dan anaknya. Keduanya mencela dan mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka
ia melakukan perbuatan yang jahat (untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu binasalah
ia”.
Karena ia
merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua hidup mewah dan
senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan
lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus berhati-hati,
penuh kesabaran menghadapianakistrimereka.
Pembinaan kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda. Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai dari rumah tangga atau pendidikan keluarga.
Pembinaan kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda. Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai dari rumah tangga atau pendidikan keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy) (Jakarta Rajawali Pers, 2009).
0 Komentar untuk "PEMBINAAN GENERASI MUDA (Tafsir Surat An-Nisa Ayat 9 Dan 95, At-Tahrim Ayat 6 Dan Al-Taghabun Ayat 14-15)"